Bukan berarti harus berdebat dan berlaku radikal untuk
mengharuskan sistem kepemimpinan sekarang seperti halnya sistem kepemimpinan
era Rosulullah SAW dan sahabat. Walaupun sejatinya kita tidak pernah tahu,
sistem seperti apakah yang paling baik yang harusnya diterapkan di Indonesia.
Namun, bukan berarti kalimat sebelum ini merupakan ambiguitas penulis dalam
mencoba memahami situasi pemerintahan di Indonesia. Karena penulis pun
mempercayai bahwa sistem kepemimpinan demokrasi merupakan sistem yang paling
baik di zaman sekarang. Terlebih lagi, sistem tersebut tidak hanya hasil dari
perjuangan kaum elit politik terdahulu, namun tak lepas dari buah pemikiran dan
perjuangan ulama yang ada di jajaran bumi pertiwi ini. Dan yang paling penting,
nilai demokratis sudah sangat jelas di jabarkan dalam Kitabullah Al-Qur’anulkarim.
Jika hari ini kita sama-sama menyadari bahwa persatuan
dan kesatuan umat Islam di Indonesia semakin menurun, maka bukan hal yang ambisius
kiranya penulis mengatakan “bukan lagi saatnya kita bermain-main”. Artinya, beberapa dekade ini umat Islam yang ada di Indonesia
terombang-ambingkan hanya karena percaturan politik. Tidak usah jauh-jauh melihat
perpolitikan yang ada di parlemen pusat, lihat saja kondisi geopolitik yang ada
di kampus-kampus atau perguruan tinggi mana pun.
Postulat pertama: banyak diantara organisasi
kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus yang mengatasnamakan perjuangan
atau pergerakan mereka dengan nada “dakwah”. Jika saja pernyataan tersebut
berhenti sampai disitu saja, mungkin tidak menjadi masalah. Namun, cara atau
metode yang diterapkan beberapa organisasi kemahasiswaan yang ada di Indonesia
yang serta merta mengerucut pada politik praktis (di dalam dan diluar kampus) yang
dalam hal ini menurut penulis kurang tepat.
Penulis kira, tak ada satu mahasiswa pun yang mau dicap
sebagai mahasiswa liberal, radikal, apa lagi pengemis jabatan. Postulat kedua:
semuanya pasti beranggapan bahwa mahasiswa merupakan kaum pemikir, kaum yang
berjiwa sosial tinggi dan kaum yang memegang teguh nilai-nilai agama. Atau
lebih pendeknya, mahasisa merupakan satu-satunya kaum yang memiliki jiwa
idealisme tinggi. Hanya saja jika melihat kondisi saat sekarang, banyak
diantara mahasiswa yang justru terbawa pada arus pragmatis.
Jika anda pernah menyaksikan ada beberapa mahasiswa
yang hanya menjalani kehidupan di lingkungan kampus untuk bersenang-senang,
jika anda pernah mengalami indoktrinasi pada suatu paham tertentu, atau yang
lebih parah adalah jika anda pernah merasa dibuang, diasingkan, dan bahkan
diusir karena anda dianggap tidak sesuai dengan pemahaman yang ada di
lingkungan anda, maka oknum-oknum tersebut bukan lagi mahasiswa yang berjiwa
idealis. Mereka hanya berfikir dan bersikap pragmatis yang bersembunyi dibalik
retorika idealis. Hal ini menjadi postulat ketiga.
Pendeknya, sampai saat ini kebhinekaan dari umat Islam
sudah sangat banyak. yang masih kurang adalah ke-Tunggal Ika-an diantara
kebhinekaan yang sudah ada. Dan sebagai kaum elit pelajar tertinggi (dalam hal
ini mahasiswa), bukan lagi saatnya untuk bermain-main hanya karena perebutan
“pengakuan, eksistensi, atau bahkan kekuasaan” yang bersembunyi dibalik jari dan mengatasnamakan dakwah. Apa lagi memberikannya parameter tertinggi
sebagai keberhasilan dakwah. Belajar politik, ya berpolitik. Belajar dakwah, ya berdakwah. Jangan sampai sebuah wewenang atau sebuah pengakuan itu
diminta. Namun jika diberi amanah dan merasa mampu, maka jangan sekali-kali
anda lari. Toh yang namanya pengakuan, hadiah, pujian, dan apresiasi, tanpa
anda tempatkan sebagai tujuan pun anda pasti akan mendapatkannya. Jika memang anda
benar-benar layak dan pantas untuk menerimanya.
Terakhir, mari kembali kita merenungkan hal-hal
ruhani. Bukan hanya hal-hal indrawi saja. Dan mari kita kembali tiupkan ruh
Kebhinekaan, serta ruh Tunggal Ika. Jangan sampai keduanya terpisahkan dari
dalam hati kita. Bukan hal yang mustahil jika utopia akan didapatkan, jika semua umat Islam bersatu dan berpadu.
Apa pun gerakannya, apa pun ormasnya sejauh sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
Jangan sampai yang diluar sana memporak porandakan umat Islam yang masih
seperti saat ini. Mari wujudkan umat Islam yang kokoh bersatu, sehat dalam
berfikir dan berbudaya, cerdas dalam memutuskan, maksimal dalam beramal baik. Tidak
saling menjatuhkan hanya karena berbeda pandangan, tidak mengucilkan hanya
karena tidak sejalur dengan tujuan, tidak meninggalkan karena pernah melakukan
kesalahan. Postulat keempat.